Selamat datang di blog FIQIH gaul.

Pages

Download Ebook Gratis

1. Al-Umm (kitab Induk).


2. Mukhtashar al-Muzanni.


3. al-Lubab fiy al-Fiqhi al-Syafi’i.


4. al-Iqna’ fiy al-Fiqhi al-Syafi’i.


5. Al-Hawi al-Kabiir fiy Fiqhi Madzhab al-Imam al-Syafi’i.


6. Al-Tanbih fiy al-Fiqh al-Syafi’i.


7. Al-Muhadzdzab fiy al-Fiqhi al-Syafi’i.


8. Nihayah al-Mathalib fiy Dirayah al-Madzhab


9. Al-Wasith fiy al-Madzhab.


10. Hilyatul ‘Ulamaa’ fiy Ma’rifati Madzahib al-Fuqahaa’.


11. Al-Bayan fiy Madzhab al-Imam al-Syafi’i.


12. Fathul ‘Aziz bisyarhi al-Wajiz.


13. Fatawa Ibnu al-Shalah


14. Al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab.


16. Raudlatuth Thalibiin wa ‘Umdatul Muftiin.


17. Minhajuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftiin fiy al-Fiqh


18. Khabayaa al-Zawayaa.


19. Al-Tadzkirah fiy al-Fiqhi al-Syafi’i


20. Asnal Mathalib fiy Syarhi Raudl al-Thullab.

Download Terjemah Kitab Klasik Daf'u Syubah Al-Tasybih bi-Akaffi Al-Tanzih


Al-Imâm al-Hâfizh al-‘Allâmah Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin al-Jawzi as-Shiddiqi al-Bakri berkata:

“Ketahuilah --semoga petunjuk Allah selalu tercurah bagi anda--, bahwa aku telah meneliti madzhab Hanbali yang telah dirintis oleh Imam Ahmad bin Hanbal, aku mendapati bahwa beliau adalah sosok yang sangat kompeten dalam berbagai disiplin ilmu agama, beliau telah mencapai puncak keilmuan dalam bidang fiqih dan dalam pendapat madzhab-madzhab terdahulu, hingga tidak ada suatu permasalahan sekecil apapun kecuali beliau telah menuliskan penjelasan atau catatan untuk itu, hanya saja metodologi yang dipakainya murni seperti para ulama Salaf sebelumnya; yang karenanya beliau tidak menulis kecuali hanya teks-teks yang benar-benar telah turun-temurun hingga ke generasinya (al Manqûlât).
Karena itu aku melihat madzhab Hanbali ini tidak memiliki karya-karya yang padahal jenis karya-karya semacam itu sangat banyak ditulis oleh musuh-musuh mereka. Lalu untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka aku menulis beberapa kitab tafsir yang cukup besar, di antaranya; al-Mughnî dalam beberapa jilid, Zâd al-Masîr, Tadzkirah al-Arîb, dan lainnya. Dalam bidang hadits aku menuliskan beberapa kitab, di antaranya; Jâmi al-Masânîd, al-Hadâ-iq, Naqiy an-Naql, dan kitab yang cukup banyak dalam al-Jarh Wa at-Ta’dîl.

Aku juga mendapati madzhab Hanbali ini tidak memiliki catatan-catatan tambahan (ta’lîqât) terhadap karya-karya terdahulu dalam masalah-masalah khilâfiyyah, kecuali ada satu orang saja, yaitu al-Qâdlî Abu Ya’la yang dalam hal ini ia berkata: “Aku selalu mengutip berbagai pendapat dari orang-orang luar madzhab Hanbali yang biasa menyebutkan berbagai pendapat dalam madzhab mereka masing-masing ketika mereka berdebat dengan lawan-lawan mereka, namun sedikitpun mereka tidak pernah menyinggung pendapat dalam madzhab Hanbali. Aku akui di hadapan mereka, memang benar kami dalam madzhab Hanbali tidak memiliki ta’lîq dalam masalah-masalah Fiqih. Oleh karena itu maka aku menuliskan beberapa ta’lîq”.
 
Begitulah ungkapan keprihatinan Imam Ibnul Jauzi terhadap perjalanan Madzhab Hanbali yang beliau tuliskan didalam muqaddimah kitab Da'fu Syubah al-Tasybih bi-Akaffi al-Tanzih (دفع شبه التشبيه بأكف التنزيه) yakni salah satu karya monumental beliau dalam bidang aqidah. Kitab ini memaparkan kesesatan-kesesatan aqidah tasybih ( menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta'alaa dengan makhluk) yang sangat penting untuk dibaca dan disebarkan guna menghalau kelompok-kelompok yang mempropagandakan aqidah tasybih seperti sekte Wahhabiyah dan semisalnya mereka.

Didalam kitab ini ebook ini juga terdapat beberapa muqaddimah dari penterjemah yakni H. Kholil Abou Fateh Lc. Biodata beliau juga ada didalam ebook ini. Semoga bermanfaat.

Ketika Mimpi Baik dan Mimpi Buruk


بابُ ما يقولُ إذا رَأى في منامِه ما يُحِبُّ أو يَكرهُ

Doa Yang Diucapkan Ketika Mimpi Baik dan Mimpi Buruk

روينا في صحيح البخاري عن أبي سعيد الخدري رضي اللّه عنه؛
أنه سمع النبيّ صلى اللّه عليه وسلم يقول‏:‏ ‏"‏إذَا رَأى أحَدُكُمْ رُؤْيا يُحِبُّها، فإنَّمَا هِيَ مِنَ اللَّهِ تَعالى، فَلْيَحْمَدِ اللَّه تَعالى عَلَيْها وَلْيُحَدّثْ بِها‏"‏ وفي رواية ‏"‏فَلا يُحَدِّثْ بِها إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ، وَإذَا رأى غَيْرَ ذلكَ مِمَّا يَكْرَهُ فإنَّمَا هِيَ مِنَ الشَّيْطانِ فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ شَرِّها وَلا يَذْكُرْها لأحَدٍ فإنها لا تَضُّرُّهُ‏"‏
Kami Meriwayatkan didalam kitab Shahih al-Bukhari dari Abu Said al-Khudriy –radliyallahu anh- : bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata : “apabila salah satu dari kalian melihat mimpi yang disukai, sesungguhnya itu berasal dari Allah, maka bersyukurlah memuji Allah atas yang demikian dan mengabarkan (menceritakan) mimpinya. Dalam riwayat lain “Janganlah menceritakan mimpinya kecuali kepada orang disukainya (dicintainya)”, dan apabila melihat selain yang demikian yaitu bermimpi yang dibencinya (mimpi buruk), itu berasal dari syaithan maka berlindunglah kepada Allah dari keburukannya dan janganlah menuturkannya kepada seseorang, karena mimpi tidak memudharatkannya”.

وروينا في صحيحي البخاري ومسلم، عن أبي قَتادة رضي اللّه عنه قال‏:‏
قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم‏:‏ ‏"‏الرُّؤْيا الصَّالِحَةُ‏"‏ وفي رواية ‏"‏الرُّؤْيا الحَسَنَةُ مِنَ اللَّهِ، والحُلْمُ مِنَ الشَّيْطانِ، فَمَنْ رأى شَيْئاً يَكْرَهُهُ فَلْيَنْفُثْ عَنْ شِمالِهِ ثَلاثاً وَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطان، فإنهَا لا تَضُرُّهُ‏"‏ وفي رواية ‏"‏فَلْيَبْصُقْ‏"‏ بدل‏:‏ فلينفثْ، والظاهر أن المراد النفث، وهو نفخ لطيف لا ريق معه
Kami meriwayatakan didalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Qatadah –radliyallahu ‘anh- ia berkata : Rasulullah bersabda, “ar-Ru’ya ash-Shalihah/mimpi yang bagus”, dalam riwayat lain “ar-Ru’yaa al-Hasanah/mimpi yang bagus berasal dari Allah dan mimpi yang butuk berasal dari syaithan, maka barangsiapa yang bermimpi sesuatu yang dibencinya, hendaklah “meniup” ke arah kirinya sebanyak 3 kali dan meminta perlindungan (kepada Allah) dari syaithan, karena sesungguhnya mimpi itu tidak memudharatkannya”, dalam satu riwayat disebutkan “hendaklah meludah” sebagai ganti dari “hendaklah meniup”, dan dhahir yang dimaksud dengan “meniup” adalah meniup secara haLus yang tidak sampai mengeluarkan ludah.

وروينا في صحيح مسلم عن جابر رضي اللّه عنه،
عن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال‏:‏ ‏"‏إِذَا رأى أحَدُكُمُ الرُّؤيا يَكْرَهُها فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسارِهِ ثَلاثاً، وَلْيَسْتَعِذْ باللَّه مِنَ الشَّيْطانِ ثَلاثاً، وَلْيَتَحَوَّلْ عَنْ جَنْبِهِ الَّذِي كانَ عَلَيْهِ‏"‏‏.
Kami meriwayatkan didalam Shahih Muslim, dari Jabir –radliyallahu ‘anh, dari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau berkata : apabila salah satu dari kalian melihat dalam mimpi sesuatu yang dibencin, hendaklah meludah kea rah kirinya 3 kali, dan mohon perlindungan kepada Allah dari syaithan 3 kali serta hendaklah berpindah dari posisinya yang semula (ganti posisi tidur)”.

وروى الترمذي من رواية أبي هريرة مرفوعاً‏:‏
‏"‏إذَا رأى أحَدُكُمْ رُؤْيا يَكْرهَها فَلا يُحَدِّثْ بها أحَداً وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ‏"‏‏.‏
Riwayat at-Turmidzi dalam satu riwayat Abu Hurairah secara marfu’ : “Apabila salah satu dari kalian bermimpi yang dibencinya, janganlah menceritakan mimpinya kepada seseorang, dan hendaklah berdiri kemudian shalat”.

وروينا في كتاب ابن السني وقال فيه‏:‏ ‏"‏إذَا رَأى أحَدُكُمْ رُؤْيا يَكْرَهُها فَلْيَتْفُلْ عن يَسَارِهِ ثَلاث مَرَّاتٍ، ثُمَّ ليَقُلِ‏:‏ اللَّهمَّ إني أعُوذُ بِكَ مِنْ عَمَل الشَّيْطانِ وَسَيِّئاتِ الأحْلامِ؛ فإنَّهَا لاَ تَكُونُ شَيْئاً‏"‏‏.‏‏
Kami meriwayatkan didalam kitab Ibnu as-Sunni, ia berkata : “apabila salah satu dari kalian melihat mimpi yang dibencinya, hendaklah meniup (meniup secara harus yang tidak sampai mengeluarkan ludah) ke arah kirinya sebanyak 3 kali, kemudian ucapkanlah : “Allahumma inni a’udubika min ‘amalisy syaithan wa sayyi-atil ahlam, fainnahaa laa takunu syai-an (ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan-perbuatan syaithan dan buruknya mimpi-mimpi, sesungguhnya mimpi itu tiada bernilai apa-apa)”.

__________________________________
الأذْكَارُ للإِمام الحافِظ المحَدِّثِ الفَقيْهُ أَبي زَكَرِيَّا يَحْيى بن شَرَفِ النَّوَوي‏


Indahnya Beristri Salehah dan Cerdas


Pasa zaman Bani Israil terdapat seorang lelaki yang ahli beribadah, dan ia memiliki istri salehah. Allah SWT memberi kabar gembira bagi pasangan suami-istri ini melalui Nabi yang terutus pada waktu itu.

Katakan kepada lelaki yang saleh itu, bahwasanya Aku akan menjadikan separuh umurnya kaya, dan separuh umurnya yang lain miskin. Jika ia memilih kaya di usia muda, maka Aku akan menjadikannya fakir di usia tuanya. Dan jika ia memilih kaya di usia tua, maka Aku akan menjadikannya kaya pada saat itu, dan menjadikannya fakir pada usia mudanya.

Sang Nabi pun menceritakan wahyu yang diterimanya kepada lelaki dimaksud. Lelaki itu tidak mengambil keputusan dengan segera, melainkan ia masih mendatangi sang istri guna urun rembug untuk menentukan pilihan. “Apa pendapatmu tentang hal ini?” Tanya sang suami. “Kebaikan ada padamu,” jawab sang istri.

 “Kalau menurutku, aku memilih fakir pada usia muda. Dengan begitu, aku bisa bersabar atas kefakiran dan beribadah dengan giat kepada Tuhan. Dan ketika usia senja datang, aku memiliki sesuatu yang membuatku kuat, dan aku juga bisa taat dan beribadah dengan apa yang aku miliki,” papar si suami.

Jika kamu fakir di usia muda, kamu tidak akan mampu beribadah kepada Allah, karena kita akan sibuk untuk mencari nafkah disebabkan kefakiran, dan kita tidak akan bisa melakukan perbuatan taat, apalagi bersedekah. Oleh karenanya, menurutku, kaya di usia muda lebih baik. Dengan begitu, kita akan mudah melakukan perbuatan taat dan berbagai ibadah yang lain disebabkan kuatnya badan dan raga kita saat kuat (muda),” jelas si istri.

Benar apa yang kamu katakan. Kalau begitu, aku akan lakukan seperti yang kamu katakan,” timpal si suami.

Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada Nabi itu untuk menyampaikan kapada pasangan suami-istri itu, “Jika ketaan yang mereka lakukan, kesungguhan yang mereka kerjakan dalam ibadah, dan samanya niat untuk melakukan kebaikan, maka akan dijadikan semua usia yang dimiliki keduanya dalam keadaan kaya.

Pasutri itu pun menjadi kaya, dan kesehariannya adalah ketaatan dan bersedekah. Wallâhu Huwal-Ghaniyul-Hâmid.

dikutip dari : Buletin Sidogiri, edisi-73

Hikmah dibalik Ujian Hidup


Berikut ini  sebagian Hadist yg menjelaskan keutamaan sabar:
1.     Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)
2.     Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa. (HR. Bukhari)
3.     Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?”Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru mereka dan yang meniru mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (berat). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
4.     Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah). (HR. Bukhari)
5.     Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)
6.     Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). (HR. Al-Baihaqi)
7.     Apabila Aku menguji hambaKu dengan membutakan kedua matanya dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. (HR. Ahmad)
8.     Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampai pun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Bukhari)
9.     Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lobang biawak, Allah akan menentukan baginya orang yang mengganggunya. (HR. Al Bazzaar)
10. Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?” Nabi Saw menjawab, “Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
11. Bukanlah dari (golongan) kami orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek bajunya apalagi berdoa dengan doa-doa jahiliyah. (HR. Bukhari)
12. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Bukan dari golongan kamiorang yang menampar-nampar pipi, mengoyak-ngoyak baju dan meratap dengan ratapan Jahiliyyah’,” (HR Bukhari [1294] dan Muslim [103]).
13. Penjelasan:
14. Dilakukan pada saat kematian anggota keluarga pada jaman jahiliyah.
15. Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)
16. Salah seorang dari mereka lebih senang mengalami ujian dan cobaan daripada seorang dari kamu (senang) menerima pemberian. (HR. Abu Ya’la)
17. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. (HR. Ahmad)
18. Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani)
19. Bencana yang paling payah ialah bila kamu membutuhkan apa yang ada di tangan orang lain dan kamu ditolak (pemberiannya). (HR. Ad-Dailami)
20.   Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi)

BIOGRAFI RABIAH ADAWIYAH DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG


Siti Rabiah Adawiyah lahir di Basra pada tahun 105 H dan meninggal pada tahun 185 H. Siti Rabiah Al Adawiyah adalah salah seorang  perempuan Sufi yang  mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Soerang wanita yang alur kehidupannya tidak seperti wanita pada umumnya, ia terisolasi dalam dunia mistisme jauh dari hal-hal duniawi. Tidak ada sesuatu  yang lebih dicintainya di dunia yang melebihi cintanya kepada Allah. Kehidupannya seolah hanya untuk mendapatkan ridho Allah, tidak ada suatu tujuan apapun selain itu. Rabiah pernah mengeungkapkan bentuk penyerahan dirinya kepada Allah, ketulusan ibadahnya kepada Allah dalam syair berikut ini :

“Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
الحب الذي لا تقيده رغبة سوى حب الله وحده
‘Cinta yang murni yang bukan hanya terbatas oleh keinginan adalah cinta kepada Allah semata’
Siti Rabiah Al-adawiyah dilahirkan ditengah keluarga miskin. Seisi rumahnya hanya  dapat ditemukan barang yang memang benar-benar diperlukan saja bahkan konon mereka tidak memiliki setetes minyak (sejenis minyak telon) saja untuk menghangatkan perut anaknya, mereka tidak memiliki lampu untuk menerangi rumahnya. Ayahnya  hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan. Ayah Rabiah Adawiyah pantang untuk meminta-minta kepada orang lain walaupun kondisi ekonominya ditengah kehancuran dan mendekati kesengsaraan. Ayah Rabiah bernama Ismail, nama yang tidak begitu dikenal di wilayahnya, jauh dari keheidupan gemerlap kota Basra yang saat itu merupakan kota besar. Lebih baik mati daripada hidup meminta-minta kepada orang lain bagi Ayah Rabiah Adawiyah. Prinsip yang melekat dalam diri Ayah Rabiah selaku suami dari istri yang memiliki empat anak ini begitu kuat.  Sang suami selalu yakin bahwa pertolongan Allah akan segera datang,  Allah tidak pernah tertidur, Allah selalu akan menjaga dan melindungi istri dan anak-anaknya. Hingga suatu ketika  Isterinya yang malang menangis sedih atas keadaan keluarganya  yang serba memprihatinkan itu. Dalam keadaan yang demikian itu sang istri mengeluh kepada sang suami. Sang suami hanya dapat menekurkan kepala ke atas lutut  hingga akhirnya ia terlena dalam tidurnya. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat Nabi. Nabi membujuknya: “Janganlah engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru dilahirkan itu adalah ratu kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku”.  Kemudian Nabi meneruskan; “Besok, pergilah engkau menghadap ‘ Gubernur Bashrah, Isa az-Zadan dan  tuliskan kata-kata berikut ini diatas sehelai kertas putih : ‘Setiap malam engkau mengirimkan shalawat seratus kali kepadaku, dan setiap malam Jum’at empat ratus kali. Kemarin adalah malam Jum’at tetapi engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu berikanlah kepada orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh secara halal’”. Ketika terjaga dari tidurnya, ayah Rabiah mengucurkan air mata seraya bersyukur kepada Allah karena ia yakin bahwa mimpinya adalah benar dan merupakan petunjuk dari Allah bagi hambanya yang beriman. la pun segera menjalankan petunjuk sebagaimana yang diperintahkan Nabi dalam mimpinya, iamenulis  dan mengirimkannya  tulisannya kepada gubernur melalui pengurus rumah tangga istana. Tidak lama setelah sang Gubernur mambaca surat tersebut, sang gubernur langsung mengirim utusannya untuk membagikan uang  masing-masing dua ribu dinar kepada orang-orang miskin.
Seolah terhanyut dalam kebahagian dan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena sang gubernur merasa bahwa dia adalah orang yang istimewa di mata nabi maka ia memberikan hadiah uang empat ribu dinar kepada ayah Rabiah Adawiyah pada awalnya. Namun, setelah beberapa saat  sang gubernur  merasa tidak pantas hanya menghadiahkan uang dalam jumlah tersebut kepada kekasih Allah. Sang gubernur pun berjanji akan memberikan apapun yang  dibutuhkan ayah Rabiah Adawiyah. Kemudian sang gubernur pergi menemui Ayah dirumahnya dan membicarakan semua yang telah ia janjikan bagi ayah Rabiah Adawiyah. Sebagaimana yang penulis baca dan  kutip darihttp://cerekaduniaakhirat.blogspot.com yang menceritakan  “Amir itu meminta supaya bapa Rabi’atul-adawiyyah selalu mengunjungi beliau apabila hendakkan sesuatu karena beliau sungguh berasa bertuah dengan kedatangan orang yang hampir dengan Allah. Selepas bapanya meninggal dunia, Basrah dilanda oleh kebuluran. Rabi’atul-adawiyyah berpisah dari adik-beradiknya. Suatu ketika kafilah yang beliau tumpangi itu telah diserang oleh penyamun. Ketua penyamun itu menangkap Rabi’atul-adawiyyah untuk dijadikan barang rampasan untuk dijual ke pasar sebagai abdi. Maka lepaslah ia ke tangan tuan yang baru.
Suatu hari, tatkala beliau pergi ke satu tempat atas suruhan tuannya, beliau telah dikejar oleh orang jahat. beliau lari. Tetapi malang, kakinya tergelincir dan jatuh. Tangannya patah. Beliau berdoa kepada Allah, “Ya Allah! Aku ini orang yatim dan abdi. Sekarang tanganku pula patah. tetapi aku tidak peduli segala itu asalkan Kau rida denganku. tetapi nyatakanlah keridaanMu itu padaku.” Tatkala itu terdengarlah suatu suara malaikat, “Tak mengapa semua penderitaanmu itu. Di hari akhirat kelak kamu akan ditempatkan di peringkat yang tinggi hinggakan Malaikat pun kehairanan melihatmu.” Kemudian pergilah ia semula kepada tuannya. Selepas peristiwa itu, tiap-tiap malam ia menghabiskan masa dengan beribadat kepada Allah, selepas melakukan kerja-kerjanya. Beliau berpuasa berhari-hari. Suatu hari, tuannya terdengar suara rayuan Rabi’atul-adawiyyah di tengah malam yang berdoa kepada Allah : “Tuhanku! Engkau lebih tahu bagaimana aku cenderung benar hendak melakukan perintah-perintahMu dan menghambakan diriku dengan sepenuh jiwa, wahai cahaya mataku. Jikalau aku bebas, aku habiskan seluruh masa malam dan siang dengan melakukan ibadat kepadaMu. Tetapi apa yang boleh aku buat kerana Kau jadikan aku hamba kepada manusia.”
Dilihat oleh tuannya itu suatu pelita yang bercahaya terang tergantung di awang-awangan, dalam bilik Rabi’atul-adawiyyah itu, dan cahaya itu meliputi seluruh biliknya. Sebentar itu juga tuannya berasa adalah berdosa jika tidak membebaskan orang yang begitu hampir dengan Tuhannya. sebaliknya tuan itu pula ingin menjadi khadam kepada Rabi’atul-adawiyyah. Esoknya, Rabi’atul-adawiyyah pun dipanggil oleh tuannya dan diberitahunya tentang keputusannya hendak menjadi khadam itu dan Rabi’atul-adawiyyah bolehlah menjadi tuan rumah atau pun jika ia tidak sudi bolehlah ia meninggalkan rumah itu. Rabi’atul-adawiyyah berkata bahawa ia ingin mengasingkan dirinya dan meninggalkan rumah itu. Tuannya bersetuju. Rabi’atul-adawiyyah pun pergi. Suatu masa Rabi’atul-adawiyyah pergi naik haji ke Mekkah. Dibawanya barang-barangnya atas seekor keldai yang telah tua. Keldai itu mati di tengah jalan. Rakan-rakannya bersetuju hendak membawa barang -barangnya itu tetapi beliau enggan kerana katanya dia naik haji bukan di bawah perlindungan sesiapa. Hanya perlindungan Allah S.W.T. Beliau pun tinggal seorang diri di situ. Rabi’atul-adawiyyah terus berdoa, “Oh Tuhan sekalian alam, aku ini keseorangan, lemah dan tidak berdaya. Engkau juga yang menyuruhku pergi mengunjungi Ka’abah dan sekarang Engkau matikan keldaikudan membiarkan aku keseorangan di tengah jalan.” Serta-merta dengan tidak disangka-sangka keldai itu pun hidup semula. Diletaknya barang-barangnya di atas keldai itu dan terus menuju Mekkah. Apabila hampir ke Ka’abah, beliau pun duduk dan berdoa, “Aku ini hanya sekepal tanah dan Ka’abah itu rumah yang kuat. Maksudku ialah Engkau temui aku sebarang perantaraan.” Terdengar suara berkata, “Rabi’atul-adawiyyah, patutkah Aku tunggangbalikkan dunia ini kerana mu agar darah semua makhluk ini direkodkan dalam namamu dalam suratan takdir? Tidakkah kamu tahu Nabi Musa pun ada hendak melihatKu? Aku sinarkan cahayaKu sedikit sahaja dan dia jatuh pengsan dan Gunung Sinai runtuh menjadi tanah hitam.” Suatu ketika yang lain, semasa Rabi’atul-adawiyyah menuju Ka’abah dan sedang melalui hutan, dilihatnya Ka’abah datang mempelawanya. Melihatkan itu, beliau berkata, “Apa hendakku buat dengan Ka’abah ini; aku hendak bertemu dengan tuan Ka’abah (Allah) itu sendiri. Bukankah Allah juga berfirman iaitu orang yang selangkah menuju Dia, maka Dia akan menuju orang itu dengan tujuh langkah? Aku tidak mahu hanya melihat Ka’abah, aku mahu Allah.” Pada masa itu juga, Ibrahim Adham sedang dalam perjalanan ke Ka’abah. Sudah menjadi amalan beliau mengerjakan sembahyang pada setiap langkah dalam perjalanan itu. Maka oleh itu, beliau mengambil masa empat belas tahun baru sampai ke Ka’bah. Apabila sampai didapatinya Ka’abah tidak ada. Beliau sangat merasa hampa. Terdengar olehnya satu suara yang berkata, “Ka’abah itu telah pergi melawat Rabi’atul -adawiyyah.” Apabila Ka’bah itu telah kembali ke tempatnya dan Rabi’atul-adawiyyah sedang menongkat badannya yang tua itu kepada kepada tongkatnya, maka Ibrahim Adham pun pergi bertemu dengan Rabi’atul-adawiyyah dan berkata “Rabi’atul-adawiyyah, kenapa kamu dengan perbuatanmu yang yang ganjil itu membuat haru-biru di dunia ini?” Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Saya tidak membuat satu apa pun sedemikian itu, tetapi kamu dengan sikap ria (untul mendapat publisiti) pergi ke Ka’abah mengambil masa empat belas tahun.” Ibrahim mengaku yang ia sembahyang setiap langkah dalam perjalanannya. Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Kamu isi perjalananmu itu dengan sembahyang,tetapi aku mengisinya dengan perasaan tawaduk dan khusyuk.” Tahun kemudiannya, lagi sekali Rabi’atul-adawiyyah pergi ke Ka’abah. beliau berdoa, “Oh Tuhan! perlihatkanlah diriMu padaku.” Beliau pun berguling-guling di atas tanah dalam perjalanan itu. Terdengar suara, “Rabi’atul-adawiyyah, hati-hatilah, jika Aku perlihatkan diriKu kepadamu, kamu akan jadi abu.” Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Aku tidak berdaya memandang keagungan dan kebesaranMu, kurniakanlah kepadaku kefakiran (zahid) yang mulia di sisiMu.” Terdengar lagi suara berkata, “Kamu tidak sesuai dengan itu. Kemuliaan seperti itu dikhaskan untuk lelaki yang memfanakan diri mereka semasa hidup mereka kerana Aku dan antara mereka dan Aku tidak ada regang walau sebesar rambut pun, Aku bawa orang-orang demikian sangat hampir kepadaKu dan kemudian Aku jauhkan mereka, apabila mereka berusaha untuk mencapai Aku. Rabi’atul-adawiyyah, antara kamu dan Aku ada lagi tujuh puluh hijab atau tirai. Hijab ini mestilah dibuang dulu dan kemudian dengan hati yang suci berhadaplah kepadaKu. Sia-sia sahaja kamu meminta pangkat fakir dari Aku.” Kemudian suara itu menyuruh Rabi’atul-adawiyyah melihat ke hadapan. Dilihatnya semua pandangan telah berubah. Dilihatnya perkara yang luar biasa. Di awang-awangan ternampak lautan darah yang berombak kencang. Terdengar suara lagi, “Rabi’atul-adawiyyah, inilah darah yang mengalir dari mata mereka yang mencintai Kami (Tuhan) dan tidak mahu berpisah dengan Kami. Meskipun mereka dicuba dan diduga, namun mereka tidak berganjak seinci pun dari jalan Kami dan tidak pula meminta sesuatu dari Kami.
Dalam langkah permulaan dalam perjalanan itu, mereka mengatasi semua nafsu dan cita-cita yang berkaitan dengan dunia dan akhirat. Mereka beruzlah (memencilkan diri) dari dunia hingga tidak ada sesiapa yang mengetahui mereka. Begitulah mereka itu tidak mahu publisiti (disebarkan kepada umum) dalam dunia ini.” Mendengar itu, Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Tuhanku! Biarkan aku tinggal di Ka’abah.” Ini pun tidak diberi kepada beliau. Beliau dibenarkan kembali ke Basrah dan menghabiskan umurnya di situ dengan sembahyang dan memencilkan diri dari orang ramai.
Suatu hari Rabi’atul-adawiyyah sedang duduk di rumahnya menunggu ketibaan seorang darwisy untuk makan bersamanya dengan maksud untuk melayan darwisy itu, Rabi’atul-adawiyyah meletakkan dua buku roti yang dibuatnya itu di hadapan darwisy itu. Darwisy itu terkejut kerana tidak ada lagi makanan untuk Rabi’atul-adawiyyah. Tidak lama kemudian, dilihatnya seorang perempuan membawa sehidang roti dan memberinya kepada Rabi’atul-adawiyyah menyatakan tuannya menyuruh dia membawa roti itu kepada Rabi’atul-adawiyyah, Rabi’atul-adawiyyah bertanya berapa ketul roti yang dibawanya itu. Perempuan itu menjawab, “Lapan belas.” Rabi’atul-adawiyyah tidak mahu menerima roti itu dan disuruhnya kembalikan kepada tuannya. Perempuan itu pergi. Kemudian datang semula. Rabi’atul-adawiyyah menerima roti itu selepas diberitahu bahawa ada dua puluh ketul roti dibawa perempuan itu. Darwisy itu bertanya kenapa Rabi’atul-adawiyyah enggan menerima dan kemudian menerima pula. Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Allah berfirman dalam Al-Quran iaitu : “Orang yang memberi dengan nama Allah maka Dia akan beri ganjaran sepuluh kali ganda. Oleh itu, saya terima hadiah apabila suruhan dalam Al-Quran itu dilaksanakan.” Suatu hari Rabi’atul-adawiyyah sedang menyediakan makanan. Beliau teringat yang beliau tidak ada sayur. Tiba-tiba jatuh bawang dari bumbung. Disepaknya bawang itu sambil berkata, “Syaitan! Pergi jahanam dengan tipu-helahmu. Adakah Allah mempunyai kedai bawang?” Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Aku tidak pernah meminta dari sesiapa kecuali dari Allah dan aku tidak terima sesuatu melainkan dari Allah.”
Suatu hari, Hassan Al-Basri melihat Rabi’atul-adawiyyah dikelilingi oleh binatang liar yang memandangnya dengan kasih sayang. Bila Hassan Al-Basri pergi menujunya, binatang itu lari. Hassan bertanya, “Kenapa binatang itu lari?” Sebagai jawaban, Rabi’atul-adawiyyah bertanya, “Apa kamu makan hari ini?” Hassan menjawab, “Daging.” Rabi’atul- adawiyyah berkata, Oleh kerana kamu makan daging, mereka pun lari, aku hanya memakan roti kering.”
Suatu hari Rabi’atul-adawiyyah pergi berjumpa Hassan Al-Basri. Beliau sedang menangis terisak-isak kerana bercerai (lupa) kepada Allah. Oleh kerana hebatnya tangisan beliau itu, hingga air matanya mengalir dilongkang rumahnya. Melihatkan itu, Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Janganlah tunjukkan perasaan sedemikian ini supaya batinmu penuh dengan cinta Allah dan hatimu tenggelam dalamnya dan kamu tidak akan mendapati di mana tempatnya.” Dengan penuh kehendak untuk mendapat publiksiti, suatu hari, Hassan yang sedang melihat Rabi’atul-adawiyyah dalam satu perhimpunan Aulia’ Allah, terus pergi bertemu dengan Rabi’atul-adawiyyah dan berkata, “Rabi’atul-adawiyyah, marilah kita meninggalkan perhimpunan ini dan marilah kita duduk di atas air tasik sana dan berbincang hal-hal keruhanian di sana.” Beliau berkata dengan niat hendak menunjukkan keramatnya kepada orang lain yang ia dapat menguasai air (seperti Nabi Isa a.s. boleh berjalan di atas air). Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Hassan, buangkanlah perkara yang sia-sia itu. Jika kamu hendak benar memisahkan diri dari perhimpunan Aulia’ Allah, maka kenapa kita tidak terbang sahaja dan berbincang di udara?” Rabi’atul-adawiyyah berkata bergini kerana beliau ada kuasa berbuat demikian tetapi Hassan tidak ada berkuasa seperti itu. Hassan meminta maaf. Rabi’atul-adawiyyah berkata, “Ketahuilah bahawa apa yang kamu boleh buat, ikan pun boleh buat dan jika aku boleh terbang, lalat pun boleh terbang. Buatlah suatu yang lebih dari perkara yang luarbiasa itu. Carilah ianya dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap Allah.” Seorang hamba Allah bertanya kepada Rabi’atul-adawiyyah tentang perkara kahwin. beliau menjawab, “Orang yang berkahwin itu ialah orang yang ada dirinya. Tetapi aku bukan menguasai badan dan nyawaku sendiri. Aku ini kepunyaan Tuhanku. Pintalah kepada Allah jika mahu mengahwini aku.”
Hassan Al-Basri bertanya kepada Rabi’atul-adawiyyah bagaiman beliau mencapai taraf keruhanian yang tinggi itu. Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Aku hilang (fana) dalam mengenang Allah.” Beliau ditanya, “Dari mana kamu datang?” Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Aku datang dari Allah dan kembali kepada Allah.” Rabi’atul-adawiyyah pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan baginda bertanya kepadanya sama ada beliau pernah mengingatnya sebagai sahabat. Rabi’atul-adawiyyah menjawab, “Siapa yang tidak kenal kepada tuan? Tetapi apakan dayaku. Cinta kepada Allah telah memenuhi seluruhku, hinggakan tidak ada ruang untuk cinta kepadamu atau benci kepada syaitan.” Demikian petikan dari cerita Rabiah adwiyah versia melayu yang menggambarkan betapa besar kecintaan Rabiah Adawiyah kepada Allah saat ia masih kecil hingga ia dewasa.
Rabi’ah adalah puteri yang keempat dari empat bersaudara. Itulah sebabnya mengapa ia dinamakan Rabiah. Keberadaan cerita Rabiah sebagai cerita yang menarik dan populer pada zamannya banyak disadur dalam berbagai bahasa  yakni cerita rabiah Adawiyah versi Arab, cerita rabiah Adawiyah versi Melayu, termasuk bahasa-bahasa di Nusantara salah satunya adalah cerita Rabiah Adawiyah yang ditulis dalam bahasa Bugis.
Berikut akan disajikan cerita Rabiah Adawiyah dari ketiga versi tersebut yaitu versi Arab, Versi Melayu, dan Versi Bugis berdasar kepada Tesis tentang “Suntingan Teks Kisah Sitti Rabiatul Adawiyah dan Pengangkatan Muatan Lokal” oleh Sitti Gomo Attas mahasiswa pascasarjana, program studi Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Ringkasan Cerita Versi Arab
Ketika usianya hampir remaja Rabiah dijadikan budak. Namun, hal ini tidak membuatnya putus harapan untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah. Setelah Rabiah dibebaskan dari perbudakan, ia terus menjalankan ibadah kepada Allah.
Beberapa kali laki-laki datang melamar Rabiah, tetapi selalu ia tolak. Diantara laki-laki yang dating melamar Rabiah ada seorang yang berpengaruh di Basrah, namun ditolak Rabiah dengan alasan bahwa ia hanya ingin beribadah kepada Allah . Alasan lain Rabiah menolak lamaran laki-laki yang dating padanya karena mereka tidak ada yang mampu menjawab masalah kehidupan sesudah mati, yang dipertanyakan oleh Rabiah. Kehidupan sufi Rabiah yang mengabdikan dirinya kepada Tuhan ia jalankan sampai akhir hidupnya, tanpa pernah menikah.
Ringkasan Cerita Versi Melayu
Cerita ini dimulai tatkala Rabiah berguru kepada Syekh Junaidi bin Saman farj. Gurunya melamar Rabiah, namun ditolak ooleh Rabiah. Akhirnya Rabiah menerima lamaran gurunya karena takut durhaka. Lamaran itu diterimanya hanya dengan khutbah nikah, tetapi Rabiah meminta suaminya agar tidak menyentuhnya.
Setelah suaminya wafat, Rabiah didatangi oleh empat syekh, yaitu Syekh Syari`at, Syekh Tarikat, Syekh Hakikat, dan Syekh Makrifat. Keempat syekh dating melamar Rabiah. Namun, ia tolak karena tidak bisa menjawab masalah tasawuf yang diajukan oleh raja kepada keempat syekh itu. Hanya Rabiah yang mampu menjawab semua pertanyaan itu. Raja Sa`id yang mengajukan pertanyaan tersebut kagum kepada Rabiah dan melamarnya, tetapi sebelum Rabiah menerima lamaran Raja Sa`id. Rabiah telah berpulang ke rahmatullah yang diikuti oleh Raja Sa`id.
Ringkasan Cerita Versi Bugis
Kisah ini dimulai ketika Sitti Rabiatul Adawiyah berguru kepada seorang syekh yang bernama Zainul Arifin. Karena takut durhaka kepada gurunya, Rabiah pun menerima lamaran yang diajukan oleh Zainul Arifin. Setelah gurunya yang sekaligus menjadi suaminya meninggal dunia, Rabiah dilamar oleh empat bersaudara. Namun, karena alasan bahwa suaminya baru meninggal maka Rabiah menolak lamaran tersebut.
Setelah itu, Rabiah didatangi oleh empat saudagar kaya yang ingin melamarnya. Namun, karena empat saudagar itu tidak mampu menjawab pertanyaan Rabiah tentang isi dunia yaitu laki-laki dan wanita, maka lamaran empat saudagar pun ditolak.
Selanjutnya, datanglah seorang raja bernama Raja Akbar yang mempunyai pengetahuan agama yang cukup tinggi dan mampu menjawab pertanyaan Rabiah tentang makna shalat di hari kemudian. Raja Akbar dengan lancart menjawab semua pertanyaan Rabiah. Akhirnya, rabiah dinikahkan dengan Raja Akbar sesuai dengan hokum yang berlaku dalam perkawinan.
Setelah mereka menikah, tidak lama kemudian Raja akbar dan Rabiah dikaruniai seorang puteri yang diberi nama I Daramatasia. Raja Akbar pernah bernazar jika ia dapat berjodoh dengan Rabiah dan memiliki seorang anaka perempuan, maka ia akanmengawinkan dengan seorang ahli agama yang mengabdikan diri di jalana Allah. Nazar itu diolaksanakan suami-istri (Raja Akbar dan Rabiah) untuk menikahkan puterinya yang telah selesai belajar agama kepada ulama yang shaleh.
Selanjutnya cerita ini menceritakan rumah tangga puteri Rabiah, I Daramatasia dengan suaminya.
Dibawah ini penulis sertakan kutipan Cerita Rabiah dalam versi Bugis yang diambil dariiriantosyahkasim.multiply.com sebagai berikut : Cerita Rabiah dalam versi Bugis mengungkap alur yang sarat dengan nilai-nilai budaya yang dianggap sebagai penyemangat tokoh dalam menjalankan kehidupan. Nilai budaya itu, yakni Siri’ dalam sistem perkawinan yang digambarkan dalam cerita Rabiah. Selain itu, juga Siri dalam semangat merantau dan semangat belajar ilmu agama.
Kisah Rabiah Al Adawiyah dalam versi ini, memberikan penjelasan sistem adat dalam budaya Bugis yang dikenal dengan istilah ‘Pangaderreng’. Panggaderreng dapat diartikan sebagai keseluruhan norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesama manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik, dan yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat.
Unsur terakhir dalam ‘Panggaderreng’ adalah sistem adat yang berasal dari ajaran Islam dan masuk ke dalam “Panggaderreng’ setelah masuknya pengaruh Islam ke dalam masyarakat Bugis sekitar Abad ke-17. Sistem adat masyarakat Bugis terdiri dari lima unsur, yakni Ade’ (adat atau perlakuan budaya), Bicara (pertimbangan), Rapang (Undang-Undang), Wari’ (klasifikasi atas segala peristiwa), dan Sara’ (hukum syariah). Kelima unsur tersebut terjalin satu sama lain sebagai satu kesatuan organisasi dalam alam pikiran orang Bugis, yang memberi dasar sentimen kewargaan masyarakat dan rasa harga diri yang semuanya terkandung dalam konsep siri’. Selanjutnya, kata Sitti Gomo, konsep siri ini adalah nilai budaya yang mengintegrasikan secara organisasi semua unsur ‘Panggaderreng’. Artinya konsep Siri meliputi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan orang Bugis seperti yang tercermin dalam naskah Rabiah Al-Adawiyah versi Bugis. “C.H. Salambasyah dan kawan-kawan memberikan batasan kata Siri dengan tiga golongan pengertian, yakni Siri itu sama artinya dengan malu, Siri sebagai daya pendorong untuk melenyapkan (membunuh), mengasingkan, dan mengusir terhadap barang siapa atau apa yang menyinggung perasaan mereka, dan Siri itu sebagai semangat (Summange) untuk membanting tulang, bekerja mati-matian untuk suatu usaha.

Education Manager Informatica System

Untuk Mempermudah dalam melihat dan mengontrol data Madrasah dan Pondok Pesantren di seluruh Seantero maka kami sengaja menyediakan link untuk masuk ke dalam EMIS (Education Manager Informatica System).
silahkan Log In berdasarkan Password masing-masing.
klik disini

Keutamaan Mati Syahid


Allah memberikan kepada orang yang mati syahid dengan 7 keutamaan, yaitu:
1. Bau darahnya seperti aroma misk
“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah-dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalanNya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat : berwarna merah darah sedangkan baunya bau misk” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah ! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh disakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid(Asy Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti misk.”
2. Tetesan darahnya merupakan salahsatu tetesan yang paling dicintai Allah.
“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah” (HR. At Tirmidzi - hadits hasan)
3. Ingin dikembalikan lagi kedunia (untuk syahid lagi)
4. Ditempatkan disurga firdaus yang tertinggi
5. Arwah Syuhada ditempatkan ditembolok burung hijau
6. Orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan
“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i - hadits hasan)
dan diriwayat yang shahih :
“Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan sentuhan pembunuhan kecuali sebagaimana salah seorang diantara kalian mendapatkan cubitan yang dirasakannya.”
Dr. Abdullah Azzam menceritakan, ” Kami melihat hal ini pada saudara kami, Khalid al-kurdie dari madinah al Munawwaroh ketika ranjau meledak mengenainya, sehingga terbang kakinya, terbelah perutnya, keluar ususnya dan terkena luka ringan pada tangan luarnya. Datanglah Dr. Shalih al-Laibie mengumpulkan ususnya dan mengembalikan kedalam perutnya seraya menangislah Dr. Shalih. Maka bertanyalah Khalid al-Kurdie kepadanya : “Mengapa engkau menangis, dokter? Ini adalah luka ringan pada tanganku.” dan tinggalah dia berbincang-bincang dengan meraka selama 2 jam hingga akhirnya ia menjumpai Allah. Dia tidak merasakan bahwasanya kakinya telah terpotong dan perutnya terbuka.”

Allah Kiya Karoo

aku melihat tuhan pada dirimu.

Islam Secara Kaffah


Pertanyaan

Bagaimana kecenderungan mufassinin (mutaqaddi-min-mutaakhirin) dalam menyimpulkan perintah memasuki Islam secara kaffah sesuai teks ayat: ادخلوا في السلم كافة (QS. Al-Baqarah : 208)

Jawaban

Kecenderungan mufassirin dalam menafsirkan perintah masuk Islam secara kaffah ada dua golongan yaitu:
  1. Perintah masuk Islam bagi seluruh umat manusia.
  2. Perintah terhadap umat Islam agar menerapkan syari'at secara penuh dengan segala kemampuannya.
المراجع:
التقسير الكبير للإمام فخرالدين محمد بن عمر الرازى (ط.دار الكتب العلمية)
(يا آيها الذين آمنوا) بالألسنة (ادخلوا في السلم كافة) أى دوموا على الإسلام فيما يستأنفونه من العمر ولا تحرجوا عنه ولا عن شرائعه ... الى ان قال ... قال القفال (كافة) يصح أن يرجع الى المأمورين بالدخول اى ادخلوا بأجمعكم في السلم ولا تفرقوا ولا تختلفوا، قال قطرب: تقول العرب: رأيت القوم كافة وكافين ورأيت النسوة كافات، ويصلح أن يرجع الى الإسلام كله اى في كل شرائعه، قال الواحدى رحمه الله: هذاأليق بظاهرالتفسير لأنهم أمروا بالقيام كلها
تفسير النسفى الجزء الأول ص.104-105
يآيها الذين آمنوا ادخلوا في السلم وبفتح السين حجازى وعلى هو الاستسلام والطاعة أي استسلموا الله واطيعواه او الإسلام والخطاب لأهل الكتاب لأنهم أمنوا بنبيهم وكتابهم أو للمنافقين لأنهم آمنوا بألسنتهم كافة لا يخرجأحد منكم يده عن طاعته حال من الضمير في ادخلوا اي جميعا أو من السلم لانها تؤنث كأنهم أمروا أن يدخلوا في الطاعات كلها أو في شعب الإسلام وشرائعه كلها وكافة من الكف كأنهم كفوا أن يخرج منهم أحد بإجتماعهم
بفسير إبن كثير-البقرة
وأبوالعالية وعكرمة والربيع بن أنس والسدي ومقاتل بن حيان وقتادة والضحاك جميعا وقال مجاهد أي اعملوا بجميع الأعمال ووجوه البروزعم عكرمة أنها نزلت في نفر ممن أسلم من اليهود وغيرهم كعبد الله بن سلام و أسد بن عبيد وثعلبة وطائفة استأذنوا رسول الله صلى الله عليه وسلم في أن يسبتوا وأن يقوموا بالتوراة ليلا فأمرهم الله بإقامة شعائر الإسلام والإشتغال بها عما عداها وفي ذكر عبد الله بن سلام مع هؤلاء نظر إذ يبعد أن يستأذن في إقامة السبت وهو مع تمام إيمانه يتحقق نسخه ورفعه وبطلانه والتعويض عنه بأعياد الإسلام ومن المفسرين من يجعل قوله كافة حالا من الداخلين أي ادخلوا في الإسلام كلكم والصحيح الأول وهو أنهم أمروا كلهم أن يعملوا بجميع شعب الإيمان وشرائع الإسلام وهي كثيرة جدا ما استطاعوا منها كما قال ابن أبي حاتم أخبرنا علي بن الحسين أخبرنا أحمد بن الصباح أخبرني الهيثم بن يمان حدثنا إسماعيل بن زكريا حدثني محمد بن عون عن عكرمة عن ابن عباس يآأيها الذين أمنوا ادخلوا في السلم كافة كذا قرأها بالنصب يعني مؤمني أهل الكتاب فإنهم كانوا مع الإيمان بالله مستمسكين ببعض أمور التوراة والشرائع التي أنزلت فيهم فقال الله ادخلوا في السلم كافة يقول ادخلوا في شرائع دين محمد صلى الله عليه وسلم ولا تدعوا منها شيئا وحسبكم الإيمان بالتوراة وما فيها وقوله ولا تتبعوا خطوات الشيطان أي اعملوا بالطاعات واجتنبوا ما يأمركم به الشيطان ف إنما يأمركم بالسوء والفحشاء وأن تقولوا على الله ما لا تعملون وإنما يدعو حزبه ليكونوا من أصحاب السعير ولذا قال إنه لكم عدو مبين قال مطرف أغش عباد الله الشيطان
 

Pertanyaan

Apakah manifestasi berislam secara kaffah mengharuskan pemberlakuan syari'at islam dalam kehidupan bernegara (konstritusional) dan kehidupan bermasyarakat (cultural) di Indonesia ?

Jawaban

Penerapan syari'at islam dalam kehidupan bernegara (konstitusi) dan dalam kehidupan bermasyarakat (kultur) adalah tanggungjawab bersama setiap muslim. Usaha menerapkan hukum Islam dalam konstitusi negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang jauh dari kekerasan. Tahapan amar ma'ruf nahi munkar adalah satu-satunya cara yang dapat ditempuh dalam memperjuangkan berlakunya hukum Islam dalam negara
بغية المسترشدين ص:271
والإسلام لايسمح المسلم ان يتخذ من غير شريعة الله قانونا وكل ما يخرج عن نصوص الشريعة او مبادئها العلية او روحها التشريعية محرم تحريما قاطعا على المسلم بنص القرآن الصريح
بغية المسترشدين ص:271 دار الفكر
(فائدة)-إلى ان قال-ومنها تجب أن تكون الأحكام كلها بوجه الشرع الشريف وأما أحكام السياسة فما هي إلا ظنون.
تفسير ابن كثير جز 2 ص:16
وقال علي بن ابي طلحة عن ابن عباس قوله ومن لم يحكم بما انزل الله فاؤلئك هم الكافرون قال ومن جحد ما انزل الله فقد كفر ومن اقربه ولم يحكم به فهو ظالم فاسق.
غاية تلخيص المراد ص:263
يجب على الحاكم الوقوف على احكام الشريعة التى اقيم لها ولا يتعداه الى احكام السياسة بل يجب عليه قصر من تعدى ذلك وزجره وتعزيره وتعريفه ان الحق كذا
 

Pertanyaan

Berdosakah orang Islam di Indonesia karena membiarkan tidak diamalkannya ajaran syari'at Islam oleh negara tempat ia menetap tinggal ?

Jawaban

Bagi yang mampu dan mempunyai akses untuk perjuangan berlakunya hukum Islam maka harus benar-benar melaksanakan tanggungjawabnya, sehingga apabila mereka (yang mampu) tidak ada usaha untuk berlakunya syari'at Islam di Indonesia, maka berdosa. Bagi masyarakat umum berkewajiban memberi dukungan penuh demi berlakunya hukum Islam.
عن طارق بن شهاب قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف الإيمان (رواه البخارى)
الغنية لطالب طريق الحق جز 1 ص:51
وقال الشيخ عبد القادير الجيلانى رضي الله عنه فالمنكرون ثلاثة اقسام قسم يكون انكاره باليد وهم الائمة والسلاطين والقسم الثانى انكارهم باللسان دون اليد وهم العلماء والقسم الثالث انكارهم بالقلب وهم العامة
حاشية الجمل شرح المنهج جز ص:182-183
وبأمر بمعروف ونهى عن المنكر اى الامر بواجبات الشرع والنهي عن محروماته اذا لم يخف على نفسه او ماله او على غيره قسدة المنكر الواقع
تفسير البيضاوي ج:2ص:328
ومن لم يحكم بما أنزل الله مستهينا به منكرا له فأولئك هم الكافرون لاستهانتهم به وتمردهم بأن حكموا بغيره ولذلك وصفهم بقوله الكافرون والظالمون والفاسقون فكفرهم لإنكاره وظلمهم بالحكم على خلافه وفسقهم بالخروج عنه
 

Pertanyaan

Bolehkan masing-masing WNI yang beragama Islam atau kelompok mereka menerapkan secara sepihak hukum publik yang menjadi bagian dari syari'at Islam (seperti hukum jinayat)

Jawaban

Penerapan syari'at Islam di bidang pemberlakuan hudud (hukuman mati, potong tangan, cambuk, dll.) adalah hak prerogratif negara. Masyarakat umum tidak boleh melaksanakan sendiri-sendiri atau pada kelompok masing-masing.
Tambahan:
Bagi organisasi-organisasi Islam seperti NU, diharapkan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah untuk berlakunya hukum Islam dalam konstitusi negara.
الفقه الإسلامى وادلته الجزء السادس ص:58
ثانيا لايقيم الحدود إلا الإمام او من فوض اليه الإمام بإتفاق الفقهاء لأنه لم يقم حد على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا بإذنه ولا في أيام الخلفاء إلا بإذنهم ولأن الحد دق الله تعالى يفتقر الى اللإجتهاد ولا يؤمن فيه الحيف فلم يجز بغير إذن الإمام.
الموسوعة الفقهية 3:167
الإستبداد المفضى الى الضرر او الظبم ممنوع، كالإستبداد في احتكار الأقوات، واستبداد أحد الرعية فيما هو من اختصاص الإمام مثل الجهاد، والإستبداد في اقامة الحدود بغير اذن الامام
الموسوعة الفقهية 240-17:242
الشرط السادس: الإذن من الإمام:16-اشترط فريق من العلماء في المستحب أن يكون مأذونا من جهة الإمام أو الولي، وقالوا: ليس للاحاد من الرعية الحسبة،...الى ان قال ...ومن ذلك ما كان مختصا بالأئمة والولاة فلا يستقل بها الآحاد كالقصاص، فإن لايستوفى إلا بحضرة الإمام، لأن الإنفراد باستيفانه محرك للفتن
 

Pertanyaan

Sesuaikah dengan prinsip ahkam sulthaniyah bila secara diam-diam sekelompok umat Islam di Indonesia membaiat dan mengesahkan Amir/pemimpin Islam guna menjadi landasan legitimasi ibadah atau pengalaman agama kelompok tersebut ?

Jawaban

Membaiat dan mengesahkan Amir/pemimpin Islam dengan tidak mengakui terhadap keabsahan kepemimpinan yang sudah ada tidak sesuai dengan prinsip hukum bernegara menurut Islam.
مراجع:
كشاف القناع للبهوتى الحنبلي الجزء السادس ص:205
الرابع قوم من أهل الحق باينوا الإمام وراموا خلعه أي عزلع أو مخالفته بتأويل سائغ بصواب أو خطأ ولهم منعة وشوكة بحيث يحتاج في كفهم إلى جمع جيش وهم البغاة المقصودون بالترجمة فمن خرج على إمام عدل بأحد هذه الوجوه الأربعة باغيا وجب قتالته لما تقدم أول الباب وسواء كان فيهم واحد مطلع أو لا أو كانوا في طرف ولايته أو في موضع متوسط تحيط به ولايته أو لا لعموم الأدلة
التشريع الجنانى الإسلامى لعبد القادر عودة الجزء الثانى ص:675
يشترط لوجود جريمة البغى الخروج على الإمام والخروج المقصود هو مخالفة الإمام والعمل لخلعه او الإمتناع عما وجب على الخارجين من حقوق ويستوى أن تكون هذه الحقوق الله اى مقررة لمصلحة الجماعة او للأشخاص اى مقررة لمصلحة الأفراد فيدخل تحتها كل حق تفرضه الشريعة للحكم على المحكوم وكل حق للجماعة على الأفراد وكل حق للفرد على الفرد فمن امتنع عن أداء الزكات فقد امتنع عن حق وجب عليهم ومن امتنع عن تنفيذ حكم متعلق بحكم الله كحد الزنا أو متعلق بحق الأفراد كالقصاص فقد امتنع عن حق وجب عليه ومن امتنع عن طاعة الإمام فقد امتنع عن الحق الذي وجب عليه وهكذا ولكم من المتفق عليه أن الإمتناع عنالطاعة في معصية ليس بغيا وإنما هو واجب على كل مسلم لأن الطاعة لم تفرض إلا في معروف ولا تجوز في معصية.
 

Pertanyaan

Sebagai konsekuensi Islam kaffah, haruskah dilakukan jihad guna menangkal praktek kemungkaran oleh WNI non muslim, seperti lokalisasi PSK, penjualan/konsumsi minuman keras, budidaya hewan babi, arena hiburan yang penuh maksiat dan lain sebagainya?

Jawaban

Sebagai konsekuensi Islam kaffah dalam rangka menangkal praktek kemungkaran wajib dilakukan jihad dalam pengertian أمر معروف نهى منكر sesuai dengan tahapan-tahapannya, dan harus berupaya untuk tidak menimbulkan kemunkaran yang lebih besar atau fitnah.
أحكام القرآن لإبن العربي ج:1ص:382،مانصه:
(ولتكن منكم أمة) دليل على ان الأمر للمعروف والنهي عن المنكر فرض ويقوم به المسلمون ... المسئلة الرابعة في ترتيب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر.
التشريع الجنائ الإسلامى جز 2 ص:677،ف:الشيخ عبد القادر عودة،ط:مؤسسة الرسالة
ومع ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الأربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للأمر بالمعروف والنهي عن المنكر لان مشروطه لايؤدي الإنكار الى ما هو انكر من ذلكالى الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام
بغية المسترشدين،ص:251،مانصه:
وله درجتان. التعريف ثم الوعظ بالكلام اللطيف ثم السبب والتعنيف ثم المنع بالقهر، والأولان يعمان سائر المسلمين، والأخيران مخصوصا بولاة الامر اه.