Sebagai pemimpin,
Rasulullah SAW selalu hidup sederhana, dan jauh dari sikap boros dan
berlebihan, termasuk dalam soal makan dan minum. Dikatakan, Rasulullah SAW
tidak pernah makan kenyang sepanjang hidupnya sampai beliau wafat (HR Muslim).
Kalaulah kita harus makan, maka disarankan agar sepertiga untuk makan,
sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk udara atau bernapas (HR
Thirmidzi).
Seperti Nabi, Umar bin
al-Khaththab, meski tergolong kaya, beliau sangat sederhana dan asketis. Beliau
sering mengingatkan kaum Muslim agar tidak menjadi budak perut ('bd
al-buthun). Begitu pula sahabat-sahabat Nabi yang lain. Mereka hidup
sederhana. Di kalangan mereka, ada ungkapan yang sangat masyhur, yaitu: Nahnu
qaumun la na'kulu hatta naju' wa idza akalna la nasyba' (Kami adalah
segolongan manusia yang tidak makan hingga lapar, dan kalau makan pun tidak
sampai kenyang).
Secara spiritual, lapar
atau menahan lapar menjadi syarat utama bagi al-Salik, yaitu orang yang
menempuh perjalanan menuju Allah. Dalam kitab Ihya' `Ulum al-Din, Imam
Ghazali menulis satu pasal khusus tentang keutamaan lapar ini. Menurut Ghazali,
lapar itu mendatangkan banyak keutamaan. Di antaranya yang terpenting adalah
beberapa hal ini.
Pertama, mencerahkan hati
dan pikiran kita. Menurut Ghazali, orang yang lapar (bukan kelaparan) tidak
hanya sehat secara fisik, tetapi terlebih lagi sehat secara ruhani. Baginya,
hati manusia itu ibarat tanaman. Ia menjadi mati kalau terlalu banyak air atau
terendam banjir.
Kedua, meningkatkan sense
of crisis dan kepekaan sosial. Orang yang lapar lebih peka terhadap
kesulitan dan penderitaan orang lain. Ini berarti, lapar itu dapat menumbuhkan
jiwa penolong dan solidaritas sosial. Bahkan, menurut Ghazali, lapar itu
mengingatkan kita pada siksa dan azab akhirat, sehingga kita lebih tergugah
untuk memperbanyak ibadah dan amal shaleh.
Ketiga, mencegah dorongan
syahwat dan nafsu amarah. Menurut al-Ghazali, sumber dan energi syahwat itu
adalah makan dan minum. Oleh sebab itu, orang yang mengurangi makan dan minum,
ia akan mampu mengendalikan nafsu syhawatnya. Lalu, seperti umum diketahui,
orang yang mampu mengendalikan nafsunya, ia akan memperoleh kebaikan dan kebahagiaan,
dan sebaliknya orang yang dikendalikan oleh nafsunya, ia akan binasa dan
celaka. Inilah menurut Ghazali, keutamaan terbesar dari lapar.
Di samping itu, terdapat
keutamaan lapar yang lain lagi, yaitu terbukanya peluang dan kekuatan ibadah di
malam hari. Dikatakan, orang yang kenyang atau kekenyangan, akan mudah
terserang oleh rasa kantuk dan tidur, sedangkan orang yang lapar atau sedikit
makan dan minum, ia pasti tahan bangun dan melek malam.
Inilah
sesungguhnya makna firman Allah, ''Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.
Dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).'' (QS
Adz-Dzariyat [51]: 17-18). Wallahu A'lam!
aku neeeeeeeehhhh.... yiakakakakakakakakakakakakakakak...
BalasHapus