Tidak di perbolehkan, keterangannya diambil dari
Hasyiyah Bujairomi ‘Alaa al-Khootib IV/52
تَنْبِيهٌ :
اقْتَصَرَ الْمُصَنِّفُ عَلَى الْحَاجَةِ إعْلَامًا بِجَوَازِهِ لِلضَّرُورَةِ
مِنْ بَابِ أَوْلَى كَأَنْ خَافَتْ عَلَى نَفْسِهَا تَلَفًا أَوْ فَاحِشَةً أَوْ
خَافَتْ عَلَى مَالِهَا أَوْ وَلَدِهَا مِنْ هَدْمٍ أَوْ غَرَقٍ .فَيَجُوزُ لَهَا
الِانْتِقَالُ لِلضَّرُورَةِ الدَّاعِيَةِ إلَى ذَلِكَ ، وَعُلِمَ مِنْ كَلَامِهِ
كَغَيْرِهِ تَحْرِيمُ خُرُوجِهَا لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَهُوَ كَذَلِكَ ، كَخُرُوجِهَا
لِزِيَارَةٍ وَعِيَادَةٍ وَاسْتِنْمَاءِ مَالِ تِجَارَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
قَوْلُهُ : (
وَنَحْوِ ذَلِكَ ) أَيْ كَخُرُوجِهَا لِجِنَازَةِ زَوْجِهَا أَوْ أَبِيهَا مَثَلًا
فَلَا يَجُوزُ .
Tujuan Pengarang kitab membatasi bolehnya keluar bagi
wanita yang sedang menjalani masa idah bila ada HAJAT (kepentingan, seperti
bekerja mencukupi kebutuhannya) itu sekaligus memberi pengertian juga
diperbolehkan baginya keluar dalam keadaan DARURAT seperti dia khawatir akan
keselamatannya, kehormatannya, harta bendanya, khawatir akan keselamatan
anaknya, maka diperbolehkan baginya keluar rumah sebab adanya darurat tersebut,
ini berarti bila tidak unsur diatas tidak boleh (haram) baginya keluar rumah
tanpa ada keperluan seperti seperti diatas semisal keluar untuk ziyaroh,
menengok orang sakit, menjalankan usahanya agar hartanya bertambah dan lain
sebagainya.
Keterangan (dan lain sebagainya) seperti keluarnya
untuk menjenguk jenazah suaminya, ayahnya, maka keluarnya tidak boleh
Hasyiyah Bujairomi ‘Alaa al-Khootib XI/285
Namun bila keluarnya ada HAJAT (keperluan) seperti
mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan dirinya (bagi wanita yang menjalani
masa iddah sementara tidak ada yang menafkahinya ) hukum keluarnya
DIPERBOLEHKAN
( إلَّا لِحَاجَةٍ ) أَيْ
فَيَجُوزُ لَهَا الْخُرُوجُ فِي عِدَّةِ وَفَاةٍ وَعِدَّةِ وَطْءِ شُبْهَةٍ وَنِكَاحٍ
فَاسِدٍ وَكَذَا بَائِنٌ وَمَفْسُوخٌ نِكَاحُهَا وَضَابِطُ ذَلِكَ كُلُّ مُعْتَدَّةِ
لَا تَجِبُ نَفَقَتُهَا وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مَنْ يَقْضِيهَا حَاجَتَهَا لَهَا الْخُرُوجُ
فِي النَّهَارِ لِشِرَاءِ طَعَامٍ وَقُطْنٍ وَكَتَّانٍ وَبَيْعِ غَزْلٍ وَنَحْوِهِ
لِلْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ ، أَمَّا مَنْ وَجَبَتْ نَفَقَتُهَا مِنْ رَجْعِيَّةٍ
أَوْ بَائِنٍ حَامِلٍ أَوْ مُسْتَبْرَأَةٍ فَلَا تَخْرُجُ إلَّا بِإِذْنٍ أَوْ
ضَرُورَةٍ كَالزَّوْجَةِ ، لِأَنَّهُنَّ مُكَفَّيَاتٌ بِنَفَقَةِ أَزْوَاجِهِنَّ
وَكَذَا لَهَا الْخُرُوجُ لِذَلِكَ لَيْلًا إنْ لَمْ يُمْكِنْهَا نَهَارًا وَكَذَا
إلَى دَارِ جَارَتِهَا لِغَزْلٍ وَحَدِيثٍ وَنَحْوِهِمَا لِلتَّأَنُّسِ لَكِنْ
بِشَرْطِ أَنْ تَرْجِعَ وَتَبِيتَ فِي بَيْتِهَا .
Diperbolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah
untuk bekerja memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya
dengan beberapa ketentuan
• keluarnya hanya semata-mata mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhannya dan keluarganya yang seandainya tidak keluar akan bisa
menimbulkan masyaqoh
• keluarnya dilakukan pada siang hari dan tetap
komitmen dengan aturan ihdad selain menetap di rumah seperti tidak memakai
wewangian, celak dll.
Diperbolehkan juga baginya keluar untuk mencari nafkah
pada malam hari selama tidak memungkinkan melakukannya pada siang hari.
REFERENSI : ِAl-Bujairomi ‘Ala Al-Khotib XI/284,
Al-Bajuri II/183, Syarah Al-Yaqut An-Nafis hlm.652-653, Nihayah Al-Muhtaj VII/
157, Al-Hawy Al-Kabir VII/324-326, Asy-Syarwany VIII/255.
0 Komentar:
Posting Komentar