Luar biasa yang diakibatkan perkataan bid’ah yang
menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” , “Seandainya
hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam
melakukannya”
Perkataan tersebut adalah perkara baru (bid’ah)
karena bukan firman Allah Azza wa Jalla dan bukan pula perkataan Rasulullah,
bukan perkataan para Sahabat atau Salaf yang Sholeh lainnya
Dari susunan kata “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA
ILAIHI” tak ada satupun yang dapat diartikan sebagai “para Sahabat”
Ada perkataan yang mirip dengan itu adalah pada
firman Allah ta’ala, waqaala alladziina kafaruu lilladziina aamanuu law kaana
khayran maa sabaquunaa ilayhi wa-idz lam yahtaduu bihi fasayaquuluuna haadzaa
ifkun qadiimun
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang
yang beriman: “Kalau sekiranya di (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik,
tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka
tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta
yang lama”. (QS al Ahqaaf [46]:11 ).
Maksud ayat ini ialah bahwa orang-orang kafir itu
mengejek orang-orang Islam dengan mengatakan: Kalau sekiranya Al-Qur’an ini
benar tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya daripada mereka orang-orang
miskin dan lemah itu seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbab radhiyallahu anhum
dan sebagainya. Jelas perkataan tersebut adalah perkataan orang-orang kafir.
Akibat dari perkataan bid’ah yang menyesatkan
tersebut segelintir kaum muslim secara tidak disadari tidak dapat dengan baik
menggunakan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai petunjuk dalam menjalankan
kehidupan di dunia agar selamat di dunia dan di akhirat.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
"Dengan kitab (Al-Qur’an) itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus". (QS Al Maa’idah [5] :16)
"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa", (QS. Al Baqarah
[2]: 2)
Mereka ragu mana yang merupakan amal kebaikan
mana yang amal keburukan. Bahkan ada yang ikut-ikutan bahwa “baik itu
relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakatan antar manusia”
Berikut pertanyaan dan pemahaman yang mereka
sampaikan,
"Maulid Nabi adalah amal kebaikan",
baik di sini menurut apa?
Apakah menurut Al Qur’an dan As Sunnah atau
menurut hawa nafsu ?
Yang bisa dijadikan tolok ukur perbuatan itu
baik atau tidak adalah Al Qur’an dan As Sunnah.
Antum sendiri mengkritisi mereka yang
menggunakan akal pikiran dalam 'membid'ahkan' sesuatu. Tapi akal pikiran pula
yang antum gunakan untuk menilai "Maulid Nabi adalah amal kebaikan"
Berikut penjelasan dari kami,
Setiap kita akan bersikap atau melakukan
perbuatan diluar apa yang telah diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla yakni wajib
dikerjakan dan wajib dijauhi , apa yang menjadi landasan bagi kita bahwa sikap
atau perbuatan itu adalah baik atau buruk ?
Sikap atau perbuatan yang baik adalah jika sikap
atau perbuatan tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As
Sunnah
Sikap atau perbuatan yang buruk adalah jika sikap
atau perbuatan tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan Al Qur'an dan As
Sunnah
Jadi segala sikap dan perbuatan yang tidak
bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara baik atau amal
kebaikan (hasanah / mahmudah / amalan sunnah)
Sebaliknya , segala sikap dan perbuatan yang
bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara buruk (sayyiah)
Tidak semua amal kebaikan disampaikan atau
dicontohkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Pada hakikatnya seluruh sikap dan
perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah
amal kebaikan.
Seluruh manusia yang ingin selamat dunia dan akhirat
wajib melakukan sikap dan perbuatan yang sesuai atau tidak bertentangan
dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Contohnya,
Seseorang menggunakan facebook sebagai sarana
belajar agama atau untuk berdakwah. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau
tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut
tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal
kebaikan
Seseorang menggunakan facebook untuk bergossip,
fitnah, menghujat. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak
bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut
bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal keburukan.
Hal pokok yang disampaikan dalam Al Qur’an dan As
Sunnah dan wajib diiikuti oleh seluruh manusia adalah urusan agama atau perkara
syariat atau syarat sebagai hamba Allah atau segala perkara yang telah
diwajibkanNya yakni wajib dikerjakan dan wajib dijauhi meliputi,
Perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa
Perkara larangan yang jika dikerjakan / dilanggar
berdosa
Perkara pengharaman yang jika yang jika
dikerjakan / dilanggar berdosa
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada
pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan,
perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan
berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa
larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah
mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia;
dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia
tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni,
dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara
yang diwajibkanNya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna.
Firman Allah ta'ala yang artinya, "Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Qs. Al
Maidah; 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan
menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath
Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban
(ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan
perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Segala sikap dan perbuatan atau amalan diluar
perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkanNya (wajib dijalankan
dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau
yang tidak bertentangan dengan apa yang telah diwajibkanNya atau tidak
bertentangan dengan perkara syariat atau tidak menyelisihi syar’i
atau amalan sunnah atau amal kebaikan bertujuan untuk memperjalankan
dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah
Azza wa Jalla.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman “hamba-Ku
tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada yang telah Aku wajibkan (perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus
mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku
mencintai dia“ (HR Bukhari 6021)
Seorang muslim melakukan segala sikap dan
perbuatan atau amalan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah
diwajibkanNya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan
dengan Al Qur’an dan As Sunnah termasuk amalan / perbuatan mengingat Allah
(dzikrullah).
Seluruh dzikrullah bertujuan untuk memperjalankan
diri agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah Azza
wa Jalla
Dalam suatu riwayat. ”Qoola a’liyy bin Abi
Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola
Rasullulohi: dzikrullahi”. artinya; “Ali Bin Abi Thalib berkata; “aku bertanya
kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri
kepada Allah? “Rasullulah menjawab; “dzikrullah.”
Dalam urusan mendekatkan diri kepada Allah
ta’ala, carilah jalan (washilah) masing-masing asalkan akhirnya adalah mencapai
muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang ihsan.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah)
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Jadi, Maulid Nabi adalah amal kebaikan
karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sekarang tergantung
bagaimana cara mengisi peringatan Maulid Nabi dan tinggalkanlah bentuk
kegiatan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Maulid Nabi umumnya diisi dengan kegiatan membaca
Al Qur’an, Sholawat, kajian dan ceramah seputar kehidupan Rasulullah dan
implementasinya dalam kehidupan masa kini.
Kita boleh memperingati atau mengingat masa
lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah
Azza wa Jalla, sebagaimana firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li
ghad” “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] :
18 )
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru
imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah
perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu
alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara,
seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan
membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur
kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan
karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang
pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita
gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya
serta merayakannya”.
Jadi, jika berpatokan baik dan buruk sebuah
perbuatan bukan berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah dan berpatokan pada
perkataan bid’ah yang menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA
ILAIHI” maka justru timbul perkara baru (bid’ah) dalam agama atau perkara
baru (bid’ah) dalam perkara syariat yakni perkara larangan yang jika dikerjakan
berdosa. Seolah-olah Allah Azza wa Jalla telah lupa berfirman karena yang tahu
baik dan buruk bagi manusia hanyalah Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah!
Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada
hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya
mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang
tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan
atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS
al-A’raf: 32-33).
Kami ada pernah mendengar mereka yang berpendapat
bahwa bencana alam dan kemudharatan lainnya yang menimpa khususnya umat Islam
di negara kita adalah karena masih melakukan perbuatan bid'ah dholalah yakni
peringatan Maulid Nabi.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas
peringatan Maulid Nabi tidaklah bertentang dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Kemudharatan yang menimpa khususnya umat Islam di
negara kita salah satunya boleh jadi dikarenakan penguasa negeri menjadikan
Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercaayan,
penasehat bahkan pemimpin. Perbuatan inilah yang jelas-jelas bertentangan
dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Firman Allah Azza wa Jalla,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena)
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali
Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka,
padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan
apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur
benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali
Imran, 119)
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang
menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan
dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah
untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah
[58]:14 )
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil
orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dan meninggalkan orang-orang mu’min.
Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…”
(Qs. Ali-Imran : 28)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.”
(Qs. Al Mujadilah : 22)
Penjara Suci As Surur, 06/03/12.
0 Komentar:
Posting Komentar