Habib Husein
bin Muhammad bin Thahir ( Jombang ) Al-Haddad lahir di Qaidun tahun 1302 H, beliau dibesarkan dan
dididik sendiri oleh ayah dan kakeknya. Sejak kecil sudah tampak tanda-tanda
bahwa hati anak ini selalu terpaut kepada Allah swt. Sebagaimana ucapan
Al-Bushiri :
Bila petunjuk Allah swt bersemayam di hati
Anggota tubuh pun menjadi bersemangat mengabdi
Maka beliau pun gemar menghadiri majelis kaum ulama
dan sholihin sehingga berhasil meraih ilmu, nur, madad dan nafahat mereka.
Beliau kemudian meninggalkan kota kelahirannya, Qaidun untuk melaksanakan
ibadah haji dan berziarah ke Makam Rasulullah saw. Pada perjalanan hajinya,
beliau menyempatkan diri untuk menimba ilmu dari ulama-ulama besar yang ada di
tanah suci.
Pada tahun 1329 H, di usia 27 tahun, beliau melakukan
perjalanan ke Pulau Jawa. Di Pulau Jawa saat itu masih banyak dihuni kaum
Sholihin, seperti ayahnya sendiri Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad yang
pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw dalam keadaan jaga, juga saudaranya
yang shaleh, Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, lalu Habib Muhammad bin Idrus
Al-Habsyi, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas, Habib Ahmad bin Abdullah bin
Thalib Al-Aththas, Habib muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar, Habib Abu Bakar bin
Umar bin Yahya, Habib Abdullah bin Ali bin Hasan Al-Haddad dan Imam yang
bertindak sebagai Khalifah para salaf, Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar
Assegaf.
Beliau mengikuti majelis dan belajar kepada para
habaib tersebut. Beliau dekat dengan mereka dan mendapat tempat di hati mereka,
khususnya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi.
Di antara beliau dan saudara kandungnya Habib Alwi
terjalin ikatan cinta yang sangat kuat. Masing-masing sangat memelihara hak
saudaranya. Apabila Habib Husein hendak berpisah setelah berbicara dengan
kakaknya, beliau berjalan mundur sehingga tidak membelakangi kakaknya. Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf berkata : "Aku belum pernah melihat
persaudaraan seperti 'Alwi dan Husein. Masing-masing lebih mengutamakan urusan
saudaranya daripada urusannya sendiri. Apabila meminta doa', masing-masing
menyebut nama saudaranya, dan tidak menyebut namanya sendiri.
Jika tidur
di rumah kakaknya, Habib Husein tidak pernah tidur di atas ranjang karena takut
posisinya lebih tinggi dari kakaknya.
Habib Alwi
berkata tentang adiknya : " Aku berada dalam keberkatan Husein"
Habib Husein dan kakaknya mempunyai ikatan yang sangat
kuat dengan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Mereka mendorong masyarakat
agar menghadiri majelis dan rauhah Habib Abu Bakar . Apabila hadir di majelis
Habib Abu Bakar, beliau selalu menundukkan kepala dan mengagungkan kedudukan
Habib Abu Bakar, karena menyadari kedudukannya di sisi Allah swt.
Suatu hari Habib Husein berkata : "Habib Abu
Bakar memegang maqam al-Quthb Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adani."
Pada kesempatan lain beliau berkata : "Habib Abu
Bakar berada dalam maqam as-Syuhud. Beliau dapat melihat hakekat dari segala
sesuatu."
Rumah Habib Husein di Jombang menjadi pusat tujuan
orang-orang yang membutuhkan, yaitu : kaum faqir miskin, yatim, janda dan
lain-lain. Setiap kali tampak tamu keluar dari rumahnya, tampak pula tamu lain
yang datang berkunjung. Kedatangan mereka disambut dengan senyuman dan dilayani
dengan penghormatan. Habib Husein menggembirakan mereka dan tidak lupa
menyisipkan nasihat-nasihat yang berharga. Sehingga mereka yang datang dalam
keadaan susah, pulang ke rumah dalam keadaan senang dan bahagia.
Beliau sangat memperhatikan urusan kaum muslimin dan
budi pekerti mereka. Beliau menganjurkan mereka untuk saling bersilaturrahim,
mendamaikan mereka yang bermusuhan, menganjurkan hartawan untuk bersedekah dan
mengingatkan mereka bahaya bakhil dan kikir. Beliau selalu menganjurkan
masyarakat untuk memperhatikan pendidikan agama. Pagi dan petang rumahnya tidak
pernah sepi dari pengkajian kitab-kitan agama.
Beliau sangat tawadhu', mengerjakan sendiri kebutuhannya
dan turut membantu pekerjaan istrinya. Di akhir malam beliau menimba air dari
sumur kemudian mengisi sendiri bak mandinya. Apabila tamunya terbangun karena
suara dari sumur di akhir malam lalu hendak menggantikannya, beliau selalu
menolak dan meminta mereka kembali tidur, dan di pagi hari mereka akan
mendapati bak mandi mereka telah penuh dengan air.
Demikianlah kehidupan Habib Husein, beliau banyak
berdzikir dan bertafakur, serta tenggelam dalam berbagai ibadat dan kegiatan
memikirkan umat. Sampai pada malam ahad, tanggal 21 Jumadil Awwal 1376 H,
beliau meninggal dunia di kota Jombang pada Usia 74 tahun.
Setelah shalat ashar, jenazah beliau disholatkan oleh
Habib Ahmad bin Gholib Al-Hamid dengan jamaah yang sangat banyak dari berbagai
kota. Kemudian, berdasrkan wasiat dari beliau sendiri, jasad beliau dibawa ke
kota Tegal untuk di kuburkan di samping makam ayahnya, Habib Muhammad bin
Thahir, setelah sebelumnya dishalatkan lagi oleh jamaah yang banyak dari
berbagai kota dengan Imam Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi.
Persahabatan
Habib Husein bin Muhammad dengan Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi.
Ketika Abdul Qadir bin Umar Maulakheila mendengar
kedatangan Habib Husein ke kota Solo dari Jakarta tak lama setelah kematian
kakak beliau Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, ia segera pergi ke rumah Sa'id
Umar Sungkar karena Habib Husein tinggal disana. Ia berniat untuk mengundang
Habib Husein untuk menengok rumah barunya. Begitu sampai di rumah Sa'id Umar,
sebelum ia sempat mengutarakan niatnya, Habib Husein berkata : Wahai Abdul
Qadir, Insya Allah aku akan datang ke rumah barumu untuk mengucapkan selamat
atas rumahmu yang penuh berkah itu."
"Itulah keinginan dan harapanku. Kedatanganku ini
selain untuk menyambut kedatanganmu, juga untuk memintamu memuliakan rumahku.
Namun, belum sempat kuutarakan niatku, engkau telah mengabulkan permintaanku.
Semoga Allah swt membalasmu dengan kebaikan." Ucap Abdul qadir.
Hari selasa, Abdul Qadir mendengar bahwa Habib Husein
berkunjung ke rumah Abdullah bin Salim Assegaf. Ia lalu pergi kesana untuk
menghadiri majelis dan untuk menagih janji Habib Husein. Ketika melihat Abdul
qadir, Habib Husein berkata, "Sebenarnya hari ini aku berniat ke rumahmu,
tapi aku sudah terlanjur janji kepada seseorang."
"Ketika mengetahui engkau akan berkunjung ke
rumah Abdullah bin Salim, aku yakin engkau akan mampir ke rumahku. Karena itu
aku memberitahu Sayyid al-Walid Alwi bahwa engkau akan singgah ke rumahku.
Sayyid al-Walid Alwi berkata bahwa beliau akan hadir dalam majelis di rumahku,"
kata Abdul Qadir.
"Jika demikian halnya, maka majelis yang akan
dihadiri oleh Akh Alwi tidak dapat diganti (diqadha). Aku akan mengutus
seseorang untuk menunda janjiku dengan orang tersebut."
Abdul Qadir lalu memberitahu Sayyid Alwi bahwa Habib
Husein akan datang ke rumahnya. Beliau merasa senang lalu mengenakan pakaian
lengkap dan pergi ke rumah Abdul Qadir. Beliau duduk menanti Habib Husein. Tak
lama kemudian Habib Husein datang. Sayyid Alwi menyambutnya dengan penuh
penghormatan. Beliau duduk bersila sangat dekat di hadapan Habib Husein. Sedang
Habib Husein duduk seperti duduknya orang sedang attahiyat dalam shalat.
Majelis berlangsung singkat, tapi sangat agung. Dari lisan keduanya hanya
terdengar beberapa kalimat. Kadangkala suara keduanya terdengar terdengar
keras. Para hadirin mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi mereka tidak
mengerti apa yang sedang mereka perbincangkan. Hanya saja, kebahagiaan yang
dirasakan kedua habib ini meliputi semua yang hadir. Sesekali wajah keduanya
berseri, senyum simpul tersungging di bibir. Keduanya tampak terlibat dalam
pembicaraan yang penting tapi juga menyenangkan. Dari beberapa kalimat yang
tertangkap, keduanya membicarakan hal dan kedudukan mulia para salaf yang
saleh.
Ketika akan
berpisah, seperti biasa, keduanya berpelukan cukup lama diiringi isak tangis
yang membuat setiap orang yang menyaksikan terharu meskipun hati mereka telah
membatu. Sayyid Alwi hendak bangkit untuk mengantarkan, tapi Habib Husein
selalu menolak. Beliau bahkan melarang Sayyidi Alwi bangkit dari tempat
duduknya. Habib Husein kemudian berjalan mundur. Beliau tidak mau membelakangi
Sayyidi Alwi. Beliau tidak berpaling kecuali keluar dari pintu.
Selama dalam majelis keduanya saling merendahkan diri
dan saling mengambil ilmu dan manfaat. Tidak diragukan bahwa ini adalah sifat
kaum shiddiqin, kedudukan ahli tamkin, ahli ainul yaqin dan haqqul yaqin.
.
عباد الله عباد الله
عباد الله عباد الله
اغيثونا لأجل الله
وكونوا عوننا لله
عسى نحظى بفضل الله
0 Komentar:
Posting Komentar