Qunut Shubuh yang hampir dilakukan oleh mayoritas
masyarakat muslim Indonesia khususnya warga Nahdhiyyin, menjadi salah satu
obyek pekerjaan tetap orang-orang di luar kalangan Sunni untuk memancing
kemarahan dan percekcokan. Mereka mengatakan bahwa hadits tentang qunut Shubuh
adalah dha‘if, sehingga mengamalkannya adalah sebuah kesalahan dan bid’ah
yang harus dihindari jauh-jauh. Padahal kalau kita jujur, masalah ini
adalah masalah ijtihadiyyah yang tidak diperkenankan untuk gegabah menolak.
Sedangkan mengenai haditsnya pun ulama juga masih menyelisihkannya antara
shahih dan tidaknya.
Dasar amalan qunut Shubuh menurut madzhab asy-Syafi’i
adalah berdasar hadits berikut:
مَا زَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ
حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Rasulallah
selalu melakukan qunut pada shalat Shubuh hingga beliau wafat.”
Hadits tersebut di riwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan Ishaq bin Rahuyah (bukan
Rahawaih) dalam Musnad-nya dari shahabat Anas.[1]
Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hadits qunut Shubuh
adalah shahih diriwayatkan oleh banyak huffazh (jam' dari kata al-hafizh) dan
semua mengatakan shahih. Diantara ulama yang mengatakan shahih adalah
al-Hafizh al-Balkhi, al-Hakim[2], dan al-Baihaqi. Begitu juga Imam
ad-Daraquthni juga meriwayatkan dengan sanad shahih.[3]
Al-Baihaqi—dengan sanad hasan—meriwayatkan dari
Awwam bin Hamzah, dia mengatakan: “Aku bertanya kepada Abu ‘Utsman tentang
qunut Shubuh dan beliau menjawab: ‘Qunut Shubuh dilakukan setelah rukuk.’ Aku
kembali bertanya: ‘Dari siapa keterangan tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Dari Abu
Bakar, Umar dan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum.’” Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari tabi’in,
Abdullah bin Ma’qil dengan sanad shahih masyhur, bahwa Ali bin Abi Thalib
melakukan qunut dalam shalat Shubuh.[4]
Imam Muslim meriwayatkan dari al-Bara’ ra. hadits:
إَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي
الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya
Rasulallah melakukan qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib.”[5]
Dengan ini semua, menjadi terang bahwa semua
pernyataan mengenai tidak didapatkan dalil dari hadits shahih tentang
disyariatkannya qunut Shubuh telah terbantahkan.
Sebenarnya, hadits tentang qunut Shubuh riwayat dari
shahabat Anas di atas masih diperselisihkan ulama ahli hadits. Sebagian ahli
hadits mengatakan dha‘if dan sebagian yang lain mengatakan shahih, seperti
an-Nawawi, al-Baihaqi dan lain-lain.
Lepas dari khilafiyyah tentang penilaian hadits di
atas, tidak menerima hasil pen-tashhihan hadits dari an-Nawawi, al-Baihaqi dan
ulama lain yang sudah teruji keilmuannya, baik di bidang hadits maupun yang
lain, maka hal itu semakin memperjelas sikap ekstrim serta dan tidak menghormati
jerih payah ijtihad ulama-ulama hanya karena berbeda keyakinan. Apalagi masalah
ini adalah masalah khilafiyyah, baik yang mengatakan disunahkan qunut Shubuh
(asy-Syafi’i dan Malik) atau tidak (Abu Hanifah dan Ahmad), semua mempunyai
dasar dan dalil.[6] Dan menghina bukanlah ciri khas muslim sejati.
Dengan hadits tentang qunut yang dinilai shahih oleh
segolongan ahli hadits, jika masih saja ada yang kalangan yang menyatakan qunut
adalah suatu bid'ah dan dosa, maka orang tersebut mendapat sangsi keras lantaran
telah mencederai ijtihad Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik, serta ulama-ulama
pengikutnya dalam menetapkan qunut Shubuh.
Dalam al-Mudawwanah di tuliskan bahwa Ibnu Mas'ud, Hasan
al-Bashri, Abu Musa al-Asy'ari, Ibnu Abbas, Abu Bakrah, Abdurrahaman bin Abi
Laila mengatakan bahwa qunut adalah sunnah yang telah lalu. Bahkan Ibnu Sirin,
Rabi' bin Khutsaim, Bara' bin Azib dan Abidah as-Salmani juga melakukan qunut
Shubuh.
Memang, penetapan disyariatkan atau tidaknya qunut
Shubuh masih diperselisihkan para ulama, termasuk para mujtahid madzhab empat.
Namun, alangkah lebih terhormat, arif dan bermartabat apabila masalah ini di
dudukkan sebagai masalah khilafiyyah sehingga kita tidak gegabah menilai salah ijtihad
ulama lain. Akan tetapi realitas menunjukkan bahwa kalangan muslim yang berada
di luar lingkungan Ahlussunnah, tidak bisa memposisikan khilaf dalam koredor
hukum ijtihadiyyah yang sebenarnya. Bukankan para shahabat Rasulallah
atau salaf shalih juga berselisih dalam hukum? Namun mereka tetap saling menghormati
satu dengan yang lain. Sebandingkah pulakah mereka dengan Imam asy-Syafi’i dan
Imam Malik bin Anas sehingga mereka menganggap ijtihad mereka tentang qunut
Shubuh adalah batil. Tidak sadarkah mereka bahwa perilaku menghina pengamal
qunut Shubuh adalah tindakan yang tidak sejalan dengan sunnah Rasulallah
dan para shahabatnya yang menghormati ijtihad orang lain?! Banyak orang yang
mengaku paling membela sunah Rasulallah tapi akhlaknya jauh dari apa yang
diajarkan oleh Rasulallah. Na’udzubillah
Kemudian Ashhab (pengikut) asy-Syafi’i dalam
menanggapi hadits-hadits tentang tidak adanya qunut Shubuh adalah sebagai
berikut:
1. Hadits
shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa:
أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو
عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
“Rasulallah
melakukan qunut selama sebulan[7], mendoakan jelek kepada satu kelompok (salah
satu kabilah dari Bani Sulaim) kemudian tidak melakukan qunut lagi.”
Maksud hadits tersebut adalah Rasulallah tidak lagi
melakukan qunut atau doa untuk orang kafir dan melaknatnya, bukan meninggalkan
semua qunut, yang artinya Rasulallah masih tetap melakukan qunut biasa. Ta’wil
ini dilakukan untuk mengumpulkan hadist di atas dengan hadits riwayat Anas
bahwa “Rasulallah selalu melakukan qunut Shubuh sampai beliau
wafat” yang juga
shahih secara jelas, maka wajib adanya jam‘u dalilain (pengumpulan dua dalil).
Penta’wilan ini dikuatkan riwayat al-Baihaqi dari Abdurrahman bin Mahdi, dia
mengatakan: “Rasulallah meninggalkan doa
laknat.”
Lebih jelas lagi, sebagai penguat ta’wil di atas
adalah riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulallah melakukan qunut setelah rukuk
dalam shalatnya selama sebulan, mendoakan seseorang kemudian tidak melakukan
doa lagi.[8]
كَانَ إِذَا
أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ
بَعْدَ الرُّكُوعِ
“Rasulallah
ketika akan mendoakan jelek kepada seseorang atau mendoakan baik untuk
seseorang, maka beliau akan qunut (berdoa) setelah rukuk.’”
1. Hadits
riwayat dari Anas dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah.[9]
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنَتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا الْقَوْمَ أَوْ دَعَا
عَلَى قَوْمٍ
“Rasulallah
tidak melakukan qunut kecuali apabila berdoa kebaikan untuk kaum atau mendoakan
jelek pada suatu kaum.”
Dengan hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dai Anas di atas,
beberapa orang yang anti qunut Shubuh mendakwakan bahwasannya hadits tentang
qunut Shubuh bertentangan dengan hadits tersebut. Pernyataan tersebut tidak
benar, karena hadits tersebut berbicara tentang qunut nazilah[10], bukan qunut
Shubuh. Lantaran kata “yaqnutu” pada hadits tersebut bermakna doa bukan bermakna
qunut. Andai hadits tersebut berkaitan dengan qunut Shubuh, tentu hadits ini
menjadi dalil bagi Madzhab Hanafi dan Abu Yusuf tentang tidak bolehnya
melakukan qunut Shubuh, padahal dalil madzhab Hanafi dan Abu Yusuf yang tidak
mensyariatkan qunut Shubuh bukan berdasar hadits di atas.[11]
Madzhab Hanafi, madzhab Ahmad bin Hanbal dan Abu Yusuf
mengambil dalil tentang tidak bolehnya mengamalkan qunut Shubuh dengan hadits
riwayat at-Tirmidzi dan lain-lain.
ALAT BANTU SEX PRIA
BalasHapus✔ Boneka Full Body
✔ Vagina Senter Elektrik
✔ Vagina Ngangkang Getar Suara
✔ Vagina Getar Goyang Suara
ALAT BANTU SEX WANITA
✔ Penis Ikat Pinggang
✔ Penis Maju Mundur Getar Putar
✔ Penis Tempel Pompa
✔ Penis Tempel Elektrik
✔ Penis Tempel Manual
✔ Penis Sakky Mini Elektrik
OBAT TAHAN LAMA
✔ Obat Kuat Sex
✔ Obat Tahan Lama
✔ Obat Kuat
✔ Procomil Spray
✔ Cream Tahan Lama
✔ Obat Kuat Sex Pria
✔ Obat Impoten
KOSMETIK
✔ Alat Pembesar Payudara
✔ Cream Pembesar Payudara
✔ Obat Pemutih Kulit Badan
✔ Obat Penghilang Tatto
✔ Perawatan Tubuh
HUB : 0823 2299 4900
PIN BB : 27683D29