|
Di akhir tahun 2008 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah, ada baiknya
kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa
depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya
surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu
sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang
telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. Menurut
tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya
Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu,
mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia
bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah
manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya". Jika kita berfikir tujuan
utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal
yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan
manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah
masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan
sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam
setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul
Mukminin Umar bin Khottob : " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" Evaluasilah
(Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya
setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat
nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya
akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia
adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap
hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat
terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini,
tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses,
tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang
yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan
tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat” Untuk itu, takwa harus
senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita
melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada
lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai
ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:
1.
Muhasabah
Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri
dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri
kita.
2. Mu’ahadah
Yaitu mengingat-ingat
kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita
seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين Hanya
kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian
kita berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya
solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”.
Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita.
Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki
kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan
mua’ahadah.
3. Mujahadah Adalah bersungguh-sungguh
kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم
سبلنا Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan
hidayah kejalan kami.
Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan
kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan
menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin
menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah
bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan
mu’ahadah.
4. Muraqabah
Adalah senantiasa
merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus
dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu.
Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك" artinya
:“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya
Allah melihat kepadamu”. Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan
yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun
baru.
Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati
setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul
Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang
menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak
gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab :
Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja.
Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala
kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika
demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia
pun menangis dan kemudian memerdekakannya.
Lihatlah, seorang anak
gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah
tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh
Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah
hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup
kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap
muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam
Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka
aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.
5.
Mu’aqobah
Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala
diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri
kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa
meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah
maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat
membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau
diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan
melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini
selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas
ibadah dan diri kita. Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429
Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan
menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan
mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri,
selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri.
Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan
demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan
selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah. |
|
0 Komentar:
Posting Komentar